Rabu, 27 Oktober 2010

Sikap Mbah Marijan Patut Diapresiasi


Headline
IST

INILAH.COM, Jakarta - Sikap juru kunci Gunung Merapi Mbah Marijan, yang menjaga Merapi hingga akhir hayatnya, patut diapresiasi.

Menurut Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, Mbah Maridjan adalah tokoh fenomenal dan bisa dibanggakan. Prinsip-prinsip hidupnya bisa dihormati seperti menepati janjinya menjaga Merapi sampai ajal.

"Kita patut berterima kasih. Kita beri apresiasi kepada dia, tapi kita semua berutang budi pada mereka," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/10/2010).

Sebagai juru kunci, kepemimpinan Mbah Maridjan patut dicontoh. Ia berada paling depan dan tak meninggalkan desanya ketika warga Gunung Merapi ketakutan. Heroismenya harus jadi teladan pemimpin negeri ini yang miskin empati terhadap rakyatnya.

Lokasi kediaman Mbah Maridjan terletak di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Hanya lima kilometer dari Gunung Merapi. Ada awan panas berbahaya, tapi ia enggan meninggalkan warganya yang sedang butuh pemimpin.

Mbah Maridjan tak pernah mau meninggalkan Gunung Merapi. Lelaki renta berusia 83 tahun ini pernah mengatakan, "Kalau saya ikut ngungsi akan ditertawakan anak ayam". Hebatnya lagi, Mbah Maridjan tidak ingin warga setempat mengikuti jejaknya. Ia justru meminta orang lain segera meninggalkan Merapi.

"Saya masih kerasan dan betah tinggal di sini. Kalau ditinggal nanti siapa yang mengurus tempat ini. Mau mengungsi ya monggo," kata pria bergelar Mas Penewu Suraksohargo, Senin (25/10/2010).

Mbah Maridjan seperti kapten kapal yang tengah karam dan harus mengurus penumpang sehingga dia harus paling terakhir meninggalkan kapal.

Bahkan ketika orang yang paling dia segani dan junjung, Sultan Hamengkubuwono X, memintanya mengungsi, ia tak sediktipun meninggalkan warga Lereng Merapi.

Seharusnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pembantunya dan seluruh orang yang merasa pemimpin belajar dari heroisme Si Mbah.

Betul, Presiden mempersingkat kunjungannya di Hanoi, tapi esensinya bukan di situ, melainkan pada empati atas penderitaan rakyat yang sudah tak ada pada diri pemimpin.

Mbah Maridjan meninggal dunia sebelum Presiden SBY tiba di Tanah Air. Ia ditemukan meninggal di dapur rumahnya dalam posisi sujud, pukul 05.00 WIB, Selasa (27/10/2010), Mbah Maridjan. Tubuhnya mengalami luka bakar. Selamat jalan mbah...keteladananmu tak akan pergi bersama jasadmu. [bar]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar